Putri Kaguya Ōtsutsuki (大筒木カグヤ, Ōtsutsuki Kaguya ) adalah leluhur dari Klan Ōtsutsuki dan ibu dari Hagoromo dan Hamura Ōtsutsuki . Jauh sebelum berdirinya desa tersembunyi, selama era perang tak berujung, Kaguya mengkonsumsi buah dari Pohon Dewa dan menjadi pengguna chakra pertama di Bumi, sebelum kemudian bergabung dengan pohon tersebut menjadi lima Latar Belakang Beribu-ribu tahun lalu, Kaguya tiba dari dunia lain dengan klan-nya dalam pencarian buah Pohon Suci. [6] Dalam anime dia tiba sendirian dan, pada hari kedatangannya, ia ditemukan oleh orang-orang dari negara kecil bernama Sou no Kuni ( Negara Leluhur ), yang membawa dia pada pemimpin mereka, Kaisar Tenji . Mengkrifikasi dirinya sebagai Penjaga Pohon Suci, Kaguya menggunakan kekuatan misterius untuk menghapus ingatan Tenji tentang pertemuan itu dan kemudian menetap bersama kaumnya, dan menjadi diakui sebagai selir oleh Tenji. Semakin dekat...
Teknologi modern telah memungkinkan terciptanya komunikasi bebas lintas benua, lintas negara, menerobos berbagai pelosok perkampungan di pedesaan dan menyelusup di gang-gang sempit di perkotaan, melalui media audio (radio) dan audio visual (televisi, internet, dan lain-lain). Fenomena modern yang terjadi di awal milenium ketiga ini popular dengan sebutan globalisasi.Sebagai akibatnya, media ini, khususnya televisi, dapat dijadikan alat yang sangat ampuh di tangan sekelompok orang atau golongan untuk menanamkan atau, sebaliknya, merusak nilai-nilai moral, untuk mempengaruhi atau mengontrol pola fikir seseorang oleh mereka yang mempunyai kekuasaan terhadap media tersebut. Persoalan sebenarnya terletak pada mereka yang menguasai komunikasi global tersebut memiliki perbedaan perspektif yang ekstrim dengan Islam dalam memberikan criteria nilai-nilai moral; antara nilai baik dan buruk, antara kebenaran sejati dan yang artifisial. Di sisi lain era kontemporer identik dengan era sains dan teknologi, yang pengembangannya tidak terlepas dari studi kritis dan riset yang tidak kenal henti.Dengan semangat yang tak pernah padam ini para saintis telah memberikan kontribusi yang besar kepada keseejahteraan umat manusia di samping kepada sains itu sendiri. Hal ini sesuai dengan identifikasi para saintis sebagai pecinta kebenaran dan pencarian untuk kebaikan seluruh umat manusia. Akan tetapi, sekali lagi, dengan perbedaan perspektif terhadap nilai-nilai etika dan moralitas agama, jargon saintis sebagai pencari kebenaran tampaknya perlu dipertanyakan.Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.Sedangkan moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu, tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral adalah nilai keabsolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dll.Maka dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan moral adalah usaha yang dilakukan secara terencana untuk mengubah sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan peserta didik agar mampu berinteraksi dengan lingkungan masyarakatnya sesuai dengan nilai moral dan kebudayaan masyarakat setempat.Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara.Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antar bangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antar bangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.Dampak positif globalisasi antara lain:• Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan• Mudah melakukan komunikasi• Cepat dalam bepergian (mobilitas tinggi)• Menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran• Memacu untuk meningkatkan kualitas diri• Mudah memenuhi kebutuhanSedangkan dampak negatif globalisasi antara lain:• Informasi yang tidak tersaring• Perilaku konsumtif• Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit• Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk• Mudah terpengaruh oleh hal yang berbau baratAda istilah yang senantiasa disejajarkan ketika seseorang membicarakan tentang etika sosial manusia. Di antara istilah-sitilah itu adalah moral, etika, dan akhlak. Rachmat Djatnika (1996:26) dalam bukunya yang berjudul Sistem Ethika Islami mengatakan bahwa sinonim dari akhlak adalah etika dan moral.Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa pengertian dari moral dipakai untuk menunjuk kepada suatu tindakan atau perbuatan yang sesuai dengan ide-ide umum yang berlaku dalam suatu komunitas atau lingkungan tertentu.Sementara itu dikatakan oleh Karl Barth, kata “etika” yang berasal dari kata “ethos” adalah sebanding dengan kata “moral” dari kata “mos”. Kedua-duanya merupakan filsafat tentang adat kebiasaan. Di sini Karl Barth secara tegas memberikan penjajaran yang sama antara kata etika dan moral.Terkait dengan moralitas atau akhlak manusia ini, al-Ghazali membuat pembedaan dengan menempatkan manusia pada empat tingkatan. Pertama, terdiri dari orang-orang yang lengah, yang tidak dapat membedakan kebenaran dengan yang palsu, atau antara yang baik dengan yang buruk. Nafsu jasmani kelompok ini bertambah kuat, karena tidak memperturutkannya. Kedua, terdiri dari orang yang tahu betul tentang keburukan dari tingkah laku yang buruk, tetapi tidak menjauhkan diri dari perbuatan itu. Mereka tidak dapat meninggalkan perbuatan itu disebabkan adanya kenikmatan yang dirasakan dari perbuatana itu. Ketiga, orang-orang yang merasa bahwa perbuatan buruk yang dilakukannya adalah sebagai perbuatan yang benar dan baik. Pembenaran yang demikian dapat berasal dari adanya kesepakatan kolektif yang berupa adat kebiasaan suatu masyarakat. Dengan demikian orang-orang ini melakukan perbuatan tercelanya dengan leluasa dan tanpa merasa berdosa. Keempat, orang-orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan buruk atas dasar keyakinannya (Abul Quasem, 1988:92).Dalam rangka tujuan membangun akhlak yang baik dalam diri manusia, al-Ghazali menyarankan agar latihan moral ini dimulai sejak usia dini. Pribahasa Arab mengatakan bahwa pembelajaran sejak kecil seperti mengguratkan tulisan di atas batu. Orang tua menurutnya bertanggung jawab atas diri anak-anaknya. Bahkan ia mengatakan agar seorang anak diasuh dan disusukan oleh seorang perempuan yang saleh. Makanan berupa susu yang berasal dari sumber yang tidak halal akan mengarahkan tabiat anak ke arah yang buruk. Setelah memasuki usia cerdas (tamyiz), seorang anak harus diperkenalkan dengan nilai-nilai kebaikan yang diajarkan dalam Islam. Seperti disebutkan di atas, proses ini dapat dilakukan melalui pembiasaan dan melalui proses logis atas setiap perbuatan , baik yang menyangkut perbuatan baik atau buruk. Melakukan identifikasi secara rasional atas setiap akibat dari perbuatan baik dan buruk bagi kehidupan diri dan sosialnya.Ketika pikirana logis itu menyertai perbuatan seseorang, insya Allah setiap orang akan berpikir lebih dahulu dalam melakukan perbuatannya. Apakah perbuatan itu berimplikasi buruk, baik yang berupa munculnya prasangka buruk terhadap dirinya, atau secara langsung berakibat buruk terhadap orang lain. Dengan kata lain terdapat kontrol yang terus menerus dari diri seseorang ketika akan melakukan suatu perbuatan tertentu. Seseorang akan memiliki kesadaran sejati dan pertimbangan yang matang terhadap implikasi-implikasi dari setiap perbuatannya.Suatu tantangan yang sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan adalah pola hidup modern di era global yang cenderung bersifat mendunia dan individual. Oleh karena itu semua aspek kehidupan tidak bisa dipastikan cocok dengan kehidupan itu sendiri, sementara dunia penddikan Islam berusaha membahagiakan kehidupan di dunia dan di akhirat kelak dengan mengutamakan kebersamaan, kerukunan dan keperdulian.Kegagalan dalam menjalankan pendidikan berarti kegagalan dalam membina generasinya. Pendidikan yang ideal adalah memberikan harapan masa depan yang bermutu dan berkualitas, baik secara jasmani ataupun rohani. Material dan sepiritual. Pendidikan agama (Islam) selalu berusaha menciptakan insan yang madani lagi Islami, bahagia di dunia dan di akhirat. Sementara kapasitas (alokasi waktu) yang tersedia pada sekolah-sekolah umum sangat kecil sekali, yakni hanya dua jam dalam satu minggu.Keterbatasan alokasi waktu pendidikan agama (Islam) tersebut tidak menutup kemungkinan untuk mengkondisikan sekularisme di kalangan generasi muda. Penyebabnya ialah fokus dan perhatian anak didik tidak lagi membutuhkan agama, akan tetapi lebih mementingkan kepada kebutuhan materi atau keilmuan dan teknologi yang serba canggih dan mutakhir.Dalam sejarah hidup manusia, pendidikan tidak pernah berhenti dalam membentuk kualitas pribadi seseorang. Upaya peningkatan kualitas pribadi tersebut merupakan dasar/prinsip yang harus dikembangkan dalam menghadapi era global. Karena pendidikan merupakan proses komprehensip, meliputi seluruh aspek kehidupan dalam rangka mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang survive pada zamannya.Melalui pendidikan, baik sifatnya pendidikan umum ataupun agama, diharapkan dapat tertata basis nilai, pemikiran dan moralitas bangsa agar mampu menghasilkan generasi yang tangguh dalam keimanan, kokoh dalam keperibadian, kaya dalam intelektual dan unggul dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.Persoalan yang muncul dalam era global ini adalah : pada satu sisi lembaga-lembaga pendidikan (sekolah atau luar sekolah) lebih mengutamakan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), dan pada sisi lain lebih mengutamakan pada segi Ilmu Iman dan Taqwa (Imtaq), sehingga telah terjadi dikhotomi dimana satu sisi masyarakat peserta didik lebih menguasai ilmu pengetahuan umum akan tetapi lemah dalam segi ilmu agama. Sebaliknya ilmu agama sangat menguasai namun ilmu umum sangat lemah.Kondisi dikhotomi system pendidikan itu sangat menghawatirkan dan berakibat terbentuknya generasi superior, yakni menciptakan produk yang pribadi dan moral yang kurang, bahkan tidak Islami karena terhegemoni oleh Iptek. Sementara generasi lainnya ‘alim dan mempunyai integritas moral yang baik akan tetapi miskin dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Fenomena tersebut telah mengejala dalam dunia modern sekarang ini, dan sekaligus menjadi tantangan bagi dunia pendidikan Agama Islam khususnya. Oleh karenanya perlu disikapi bersama secara terpadu. Artinya tidak hanya merupakan tanggung jawab para pemuka dan pendidikan agama Islam saja, melainkan menjadi tanggungjawab bersama masyarakat umumnya dan orang tua pada khususnya.Pola pendidikan dalam era global tergambar dalam sebuah diagram pola pikir tantangan pendidikan dalam era globalisasi di bawah ini.
Postingan populer dari blog ini
SIAPA SAJAKAH YANG PERNAH MENCAPAI KEKUATAN RIKUDO SENNIN (SIX PATH)
oraang yang pertama adalah obito uchiha dia mendapat kekuatan rikudo sennin (six path) karena menyerap ten tail yang mengandunvg semua biju didalamamnya setelah dia menyerap ten tails dia mendapatkan truth seeking balls yang selalu ikut di belakangnya dan bisa dijadikan senjata dan bisa berubah menjadi benda benda yang lainya dia mendapatkan kekuatannya saat perang dunia shinobi ke 4 orang yang kedua adalah UCHIHA MADARA dia mendapatkan kekuatan six path saat sedang melawan naruto dan hampir kalah karena terkena yoton rashen shuriken saat terjatuh madara mendengan bisikan black zetsu untuk menyerap kekuatan pohon infinite tsuko no me setelah dia sepenuhnya menyerap pohon tersebut dia mendapat kekuatan six path tetapi madara tidak tahu kalau dia dipergunakan untuk membangkitkan kaguya otsutsuki dia mendapat kekuatan s...
Komentar
Posting Komentar